Di awal, senioritas menggunakan nama kegiatan MOS untuk mendidik karakter adik kelas agar senantiasa menghormati orang yang lebih tua. Karakter ini sesuai dengan tata krama di masyarakat yang orang muda harus menghormati orang yang lebih tua. Seharusnya, orang yang lebih tua mengajarkan hal-hal yang baik agar bisa ditiru oleh yang muda. Namun, makna senioritas yang mendistribusikan sekarang justru mematahkan paradigma tersebut. Orang yang lebih tua di sekolah siswa disebut kakak kelas, kakak tingkat, senior, dan masih banyak lagi sebutannya. Sedang orang yang lebih muda disebut adik kelas, junior, dan biasa dipanggil "dik". Jelaslah bahwa ada lingkungan yang disebut strata / tingkat berdasarkan jenjang kelas. Dari itu, disini akan lebih disorot tentang tata krama. Teori teori masyarakat Semua itu harus saling bersinergi. Namun, realitanya adalah yang bisa semena-mena dengan yang muda, sedangkan yang muda akan ditindas. Jika mereka membentak, yang tua akan lebih keras.Waktu jadi anak SMA kelas satu atau mahasiswa baru, pasti pernah merasakan senioritas dari kakak-kakak kelas. Entah itu dibentak-bentak, disuruh bawa yang aneh-aneh gak penting, bahkan disuruh melakukan sesuatu yang katanya mendidik padahal menurut mereka sih lucu. Bahkan, pada kasus ekstrem di instansi-instansi tertentu, malah nyerempet ke kontak fisik dan kekerasan. Ketika pertama kali masuk SMA atau kuliah disitulah menjadi hal yang menakutkan.
B. Kasus Senioritas
C. Perbedaan Senioritas dengan Bullying
Senioritas itu beda banget sama bullying. Menurut kamus Oxford, senioritas diartikan sebagai posisi atau status yang lebih tinggi karena usia atau kematangan pengalaman dan kemampuan. Sedangkan bullying berarti menggunakan kekuasaan atau kedudukan untuk menakut-nakuti, menguasai, dan menyakiti orang lain. penyalahgunaan hak “senioritas” akan berakhiran menjadi “bullying” kepada para juniornya hingga menyebabkan junior tersebut terlanggar hak asasi pribadinya. Hal itu disebabkan oleh banyaknya senior yang melakukan kekerasan fisik maupun verbal terhadap juniornya agar keinginan senior tersebut terpenuhi. Biasanya diawali oleh penolakan dari sang junior atas perploncoan yang diberikan oleh para senior, atau sebagai hukuman dari suatu masalah yang telah dilakukan oleh para junior.
Syaits Asyam, 20 tahun, salah satu korban kekerasan dalam pendidikan dasar mahasiswa pencinta alam Unisi Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta sempat menyebut nama seniornya kepada ibunya sebelum meninggal di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta pada 21 Januari 2017.
Sebelum nyawanya melayang, Syaits mengaku diinjak dan punggungnya disabet rotan sebanyak 10 kali. Di waktu yang lain, kepalanya diminta mengangkat air dalam ember dengan lehernya. Di Diksar Mapala UII ini, keluarga tiga mahasiswa yang meregang nyawa itu meyakini almarhum Syaits, Ilham Nurpadmy Listia Adi dan Muhammad Fadhli, meninggal diduga karena kekerasan dalam kegiatan itu.
C. Perbedaan Senioritas dengan Bullying
D. Dampak Senioritas
Sisi positif, dengan merasa sebagai yang “lebih”, maka seseorang memiliki pengalaman yang lebih dibandingkan dengan yang baru saja masuk. Dengan memiliki kondisi yang “lebih”, maka kondisi yang lebih itu bisa dibagikan kepada yang kurang. Misalnya, ada salah seorang anggota yang baru, maka orang yang lama dapat menemani dan memberikan gambaran situasi dan kondisi yang harus dihadapi. Sisi negatif, dengan situasi dan kondisi “lebih”, maka kemungkinan besar situasi itu dapat menyeret seseorang ke dalam situasi menekan ke arah bawah. Di manakah arah bawah tersebut? Arah bawah tersebut dapat diartikan dengan anggota yang baru. Misalnya, ada salah seorang karyawan baru, maka karyawan baru tersebut diberikan tekanan dengan maksud menunjukkan eksistensi diri memiliki pengalaman yang lebih dan usia yang lebih.
Sisi positif, dengan merasa sebagai yang “lebih”, maka seseorang memiliki pengalaman yang lebih dibandingkan dengan yang baru saja masuk. Dengan memiliki kondisi yang “lebih”, maka kondisi yang lebih itu bisa dibagikan kepada yang kurang. Misalnya, ada salah seorang anggota yang baru, maka orang yang lama dapat menemani dan memberikan gambaran situasi dan kondisi yang harus dihadapi. Sisi negatif, dengan situasi dan kondisi “lebih”, maka kemungkinan besar situasi itu dapat menyeret seseorang ke dalam situasi menekan ke arah bawah. Di manakah arah bawah tersebut? Arah bawah tersebut dapat diartikan dengan anggota yang baru. Misalnya, ada salah seorang karyawan baru, maka karyawan baru tersebut diberikan tekanan dengan maksud menunjukkan eksistensi diri memiliki pengalaman yang lebih dan usia yang lebih.
Berikut adalah dampak-dampak dari tumbuh suburnya paham senioritas:
a. Keluarga
Dampak yang paling nyata dan kentara jika senioritas menjadi paham dalam kehidupan keluarga ialah hilangnya kehangatan dalam situasi berbagi pengalaman. Kita kehilangan momentum mendengarkan cerita-cerita menarik yang tersimpan di dalam diri adik atau anak. Sehingga ini membuatnya merasa tidak betah. Karena merasa tidak betah, maka mungkin akan sering keluar rumah dan main bersama teman. Ini pun juga akan memberikan dampak berikutnya, mulai dari salah bergaul hingga pada terjebak pada narkoba.
b. Masyarakat
Bahaya senioritas di sini akan membawa dampak pemikiran yang tidak mau tahu terhadap lingkungan dan berkurangnya kreatifitas warga. Sehingga, warga baru yang pada dasarnya memiliki kemampuan untuk mengembangkan lingkungan menjadi diam atau hanya menjadi pengekor saja.
Bahaya senioritas di sini akan membawa dampak pemikiran yang tidak mau tahu terhadap lingkungan dan berkurangnya kreatifitas warga. Sehingga, warga baru yang pada dasarnya memiliki kemampuan untuk mengembangkan lingkungan menjadi diam atau hanya menjadi pengekor saja.
c. Sekolah
Tawuran ialah dampak signifikan dari budaya senioritas. Apa yang dikatakan dan diperintahkan oleh senior, harus dilaksanakan. Begitu juga dengan serangkaian rasa takut yang ada di dalam diri siswa baru. Padahal itu sudah melanggar HAM. Pendidikan itu sendiri tidak menimbulkan rasa takut.
Tawuran ialah dampak signifikan dari budaya senioritas. Apa yang dikatakan dan diperintahkan oleh senior, harus dilaksanakan. Begitu juga dengan serangkaian rasa takut yang ada di dalam diri siswa baru. Padahal itu sudah melanggar HAM. Pendidikan itu sendiri tidak menimbulkan rasa takut.
d. Lingkungan Kerja
Adanya budaya senioritas akan membawa dampak yang berbahaya bagi perusahaan. Ketika salah seorang individu mendapat tekanan dari seniornya, maka individu tersebut menjadi takut. Padahal individu tersebut memiliki kemampuan untuk memberikan sumbangan ide serta kemajuan bagi bersama. Namun, sayangnya oleh karena tingginya tekanan di dalam perusahaan, maka perusahaan harus kehilangan seorang yang memiliki potensial dalam memajukan perusahaan.
Adanya budaya senioritas akan membawa dampak yang berbahaya bagi perusahaan. Ketika salah seorang individu mendapat tekanan dari seniornya, maka individu tersebut menjadi takut. Padahal individu tersebut memiliki kemampuan untuk memberikan sumbangan ide serta kemajuan bagi bersama. Namun, sayangnya oleh karena tingginya tekanan di dalam perusahaan, maka perusahaan harus kehilangan seorang yang memiliki potensial dalam memajukan perusahaan.
E. Cara Memutus rantai Senioritas
Berikut adalah beberapa saran atau tips untuk memutus mata rantai dari senioritas:
a. Berpikir positif
Pemikiran negatif ialah biang keladi dari segala kekacauan yang terjadi di dalam kehidupan manusia. Karena pemikiran negatif dapat melahirkan sekian banyak dampak dari dalam diri manusia. Mulai dari ketakutan hingga pada kemalasan. Sehingga, sangat dibutuhkan suatu budaya memikirkan hal-hal yang positif. Untuk membangun budaya berpikir positif, maka dibutuhkan sarana. Sarana tersebut bisa saja dengan menyediakan ruang baca bagi semua orang. Atau bisa juga memberikan kesempatan untuk sharing. Yang jelas, jangan sampai pemikiran negatif menjadi raja atas diri orang.
Pemikiran negatif ialah biang keladi dari segala kekacauan yang terjadi di dalam kehidupan manusia. Karena pemikiran negatif dapat melahirkan sekian banyak dampak dari dalam diri manusia. Mulai dari ketakutan hingga pada kemalasan. Sehingga, sangat dibutuhkan suatu budaya memikirkan hal-hal yang positif. Untuk membangun budaya berpikir positif, maka dibutuhkan sarana. Sarana tersebut bisa saja dengan menyediakan ruang baca bagi semua orang. Atau bisa juga memberikan kesempatan untuk sharing. Yang jelas, jangan sampai pemikiran negatif menjadi raja atas diri orang.
b. Do it
Budayakan lebih baik banyak bekerja daripada banyak bicara dan bertindak. Ini merupakan suatu budaya yang dapat melahirkan suatu budaya yang positif. Karena pikiran dari masing-masing orang cenderung tercurah untuk melaksanakan dibandingkan dengan perdebatan.
Budayakan lebih baik banyak bekerja daripada banyak bicara dan bertindak. Ini merupakan suatu budaya yang dapat melahirkan suatu budaya yang positif. Karena pikiran dari masing-masing orang cenderung tercurah untuk melaksanakan dibandingkan dengan perdebatan.
c. Suasana Kekeluargaan
Tidak hanya keluarga yang harus membangun budaya kehangatan. Seluruh organisasi juga wajib melakukan hal tersebut. Karena di mana manusia berada di sanalah pemikiran dan ide tercurah. Olrh sebab itu, untuk mendukung lahirnya situasi yang seperti itu, maka situasi kekeluargaan perlu dibangun. Situasi kekeluargaan itu di mana terjadi masalah, masalah itu bisa diselesaikan dengan diskusi. Tidak perlu dengan kekerasan melainkan dengan berdialog.
Tidak hanya keluarga yang harus membangun budaya kehangatan. Seluruh organisasi juga wajib melakukan hal tersebut. Karena di mana manusia berada di sanalah pemikiran dan ide tercurah. Olrh sebab itu, untuk mendukung lahirnya situasi yang seperti itu, maka situasi kekeluargaan perlu dibangun. Situasi kekeluargaan itu di mana terjadi masalah, masalah itu bisa diselesaikan dengan diskusi. Tidak perlu dengan kekerasan melainkan dengan berdialog.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar