Jumat, 30 November 2018

Mensyukuri Hidup

Bukan tentang kemewahan
Tetapi tentang kesederhanaan
Ketika seseorang hanya melihat apa yang kita kenakan
Tampil cantik dengan balutan makeup
Tampil keren karena fashion yang dikenakan
Semua hanyalah tipuan..

Tuhan melihat hamba-Nya bukan dari tampilan luar
Bukan pula dari kemewahan
Tuhan melihat hamba-Nya dari keikhlasan
Menerima dan mensyukuri apa yang Tuhan beri
Karena hidup dengan rasa syukur akan terasa indah..

Rabu, 28 November 2018

Apa sih ABK? Bagaimana Konseling untuk ABK?

Pemberian bantuan tidak hanya diberikan kepada anak-anak yang normal saja, anak-anak berkebutuhan khusus juga memerlukan bantuan. Karena berdasarkan faktor perkembangan, masyarakat terhadap anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) kan dapat mengetahui bahwa anak-anak berkebutuhan khusus dan keluarga masih banyak yang terabaikan selama bertahun-tahun hingga saat ini. Sejarah dan mencatat berapa besar jumlah anggota keluarga terhadap anak-anak tersebut dan keluarga. Sebagian besar masyarakat masih ada yang mencerminkan kecacatan atau kelainan yang disandang oleh anak-anak berkebutuhan khusus sebagai kutukan, penyakit menular, gila, dan lain-lain. Akibat dari itu maka ABK dan keluarga ada yang dikucilkan oleh masyarakatnya.

Pengertian Konseli ABK




Anak Berkebutuhan Khusus (Children with Special Education Needs) adalah anak yang memiliki hambatan-hambatan tertentu seperti dalam hal fisik, mental maupun karakteristik sosialnya sehingga memerlukan pendidikan yang disesuaikan dengan hambatan belajar dan kebutuhan masing-masing anak secara individual (Abdullah,2013; Alimin, 2015; Cook, Klein, & Chen, 2015)

Jenis-jenis ABK
Departemen Pendidikan Nasional melalui Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa (PSLB) mengelompokan ABK  dengan kategori sebagai berikut:
Tunanetra
Tunarungu
Berkebutuhan khusus : (antara lain Down Syndrome): Ringan (IQ = 50-70),  Sedang (IQ = 25-50) dan Berat    (IQ < 25    )
Tunadaksa
Tunalaras (Dysruptive)
Tunawicara
Tunaganda
HIV AIDS
Gifted : Potensi Kecerdasan Istimewa (IQ > 125 )
Talented : Potensi Bakat Istimewa (Multiple Intelligences : Language, Logic  Mathematic, Visuospatial, Bodily-kinesthetic, Musical, Interpersonal, Intrapersonal, Natural, Spiritual)
Kesulitan Belajar (a.l. Hyperactive, ADD/ADHD, Dyslexia/Baca, Dysgraphia/Tulis,  Dyscalculia/Hitung, Dysphasia/Bicara, Dyspraxia/ Motorik)
Lambat Belajar ( IQ = 70 – 90 )
Autis
Korban Penyalahgunaan Narkoba
Indigo

  Tujuan Layanan Bimbingan Konseling Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)


Mengenai tujuan layanan bimbingan dan konseling ini, Thompson dkk (2004) menuliskan garis besarnya sebagai berikut:
1.      Anak harus mengenal dirinya sendiri
2.      Menemukan kebutuhan ABK yang spesifik sesuai dengan kelainannya. Kebutuhan ini muncul menyertai kelainannya.
3.      Menemukan konsep diri.
4.      Memfasilitasi penyeusaian diri terhadap kelainan/kecacatanya.
5.      Berkoordinasi dengan ahli lain.
6.      Melakukan konseling terhadap keluarga ABK.
7.      Membantu perkembangan ABK agar berkembang efektif, memiliki keterampilan hidup mandiri.
8.      Membuka peluang kegiatan rekreasi dan mengembangkan hobi
9.      Mengembangkan keterampilan personal dan social
10.  Besama-sama merancang perencanaan pendidikan formal, pendidikan tambahan, dan peralatan yang dibutuhkan.


Faktor Penyebab Anak Berkebuthan Khusus (ABK)
Terdapat tiga faktor yang dapat diidentifikasi tentang sebab musabab timbulnya kebutuhan khusus pada seorang anak yaitu: 1) Faktor internal pada diri anak, 2) Faktor eksternal dari lingkungan dan, 3) Kombinasi dari factor internal dan eksternal.
1.      Faktor Internal, Faktor internal adalah kondisi yang dimiliki oleh anak yang bersangkutan. Sebagai contoh seorang anak memiliki kebutuhan khusus dalam belajar karena ia tidak bisa melihat, tidak bisa mendengar, atau tidak mengalami kesulitan untuk begerak. Keadaan seperti itu berada pada diri anak yang bersangkutan secara internal. Dengan kata lain hambatan yang dialami berada di dalam diri anak yang bersangkutan.
2.      Faktor Eksternal, Faktor eksternal adalah Sesuatu yang berada di luar diri anak mengakibatkan anak menjadi memiliki hambatan perkembangan dan hambatan belajar, sehingga mereka memiliki kebutuhan layanan khusus dalam pendidikan. Sebagai contoh seorang anak yang mengalami kekerasan di rumah tangga dalam jangka panjang mengakibatkan anak teresbut kehilangan konsentrasi, menarik diri dan ketakutan. Akibantnya anak tidak tidak dapat belajar.
3.      Kombinasi Faktor Internal dan Eksternal
Kombinasi antara factor eksternal dan factor internal dapat menyebabkan terjadinya kebutuhan khusus7 pada seorang anak. Kebutuhan khusus yang disebabkan oleh factor ekternal dan internal sekaligus diperkirakan akan anak akan memiliki kebutuhan khusus yang lebih kompleks.
Sebagai contoh seorang anak yang mengalami gangguan pemusatan perhataian dengan hiperaktivitas dan dimiliki secara internal berada pada lingkungan keluarga yang kedua orang tuanya tidak memerima kehadiran anak, tercermin dari perlakuan yang diberikan kepada anak yang bersangkutan. Anak seperti ini memiliki kebutuhan khusus akibat dari kondisi dirinya dan akibat perlakuan orang tua yang tidak tepat.

 Permasalahan yang dihadapi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
Permasalahan yang dihadapi anak berkebutuhan khusus pada hakekatnya sangat kompleks dan dapat ditinjau dari berbagai segi. Secara umum dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu masalah hambatan belajar (learning barrier), kelambatan perkembangan (development delay), dan hambatan perkembangan (development disability).
1.      Hambatan Belajar
Munculnya permasalahan hambatan belajar anak berkebutuhan khusus dapat ditinjau dari dimensi proses ataupun hasil. Dalam pandangan teori pemrosesan informasi, hambatan dalam dimensi proses merujuk pada ketidakmampuan, ketidaksanggupan, kesulitan, kegagalan atau adanya rintangan pada individu untuk menangkap informasi melalui kegiatan memperhatikan, mengolah informasi melalui kegiatan mencamkan dan menafsirkan sehingga diperoleh pemahaman, interpretasi, generalisasi atau keputusan-keputusan tertentu, menyimpan hasil pengolahan informasi tersebut dalam ingatan, dan menggunakan atau mengekspresikan kembali dalam bentuk tindakan. Sedangkan hambatan dalam dimensi produk, berarti kegagalan individu dalam mencapai prestasi sesuai dengan kapasitas yang dimiliki, kegagalan individu dalam meraih tujuan belajar yang diharapkan, atau kegagalan dalam penguasaan atau perubahan perilaku sesuai yang diharapkan, baik dalam perilaku kognitif, afektif, ataupun psikomotor. Secara akademik kegagalan tersebut akan tampak dalam penguasaan tiga ketrampilan dasar dalam belajar, yaitu: membaca, menulis, dan atau berhitung (Sunardi, 2006).
2.      Kelambatan Perkembangan
Dalam perkembangannya menjadi manusia dewasa, seorang anak berkembang melalui tahapan tertentu. Sekalipun irama atau kecepatan perkembangan setiap anak berbeda-beda, namun muncul kecenderungan bahwa pada anak berkebutuhan khusus beresiko terhadap munculnya kelambatan atau penyimpangan perkembangan sesuai dengan umur dan milestone perkembangan, sehingga harus tetap diwaspadai. Sebab, akibat kelainan, kecacatan, atau kondisi-kondisi terntentu yang tidak menguntungkan dan menjadikannya anak berkebutuhan khusus, dapat berpengaruh atau menghambat perkembangan kemampuan, prestasi, dan atau fungsinya, dapat menjadikan anak memerlukan waktu yang lebih lama dalam belajar menguasai keterampilan tertentu dibandingkan dengan anak-anak normal pada umumnya, atau menjadikan datangnya kematangan belajar menjadi terlambat.
3.      Hambatan Perkembangan
Secara umum, kelambatan perkembangan lebih menekankan kepada dimensi tahapan perkembangan, sedangkan hambatan perkembangan lebih fokus kepada terjadinya kesulitan, kegagalan, rintangan, atau gangguan dalam satu atau lebih aspek perkembangan. Adanya hambatan dalam aspek perkembangan tertentu dapat berdampak kepada kelambatan perkembangan yang tertentu pula, dengan kata lain kelambatan perkembangan tertentu hakekatnya merupakan manifestasi adanya hambatan dalam satu atau lebih aspek perkembangan.
Hambatan perkembangan pada anak berkebutuhan khusus dapat terjadi apabila dalam keseluruhan atau sebagian interaksi antara anak berkebutuhan khusus dengan lingkungan, lingkungan kurang mampu menyediakan struktur kemudahan, kesempatan atau peluang, stimulasi atau dorongan, dan keteladanan bagi berkembangnya fitrah, potensi, atau kompentensi pribadi anak berkebutuhan khusus secara positif, fungsional, serta bermakna bagi perkembangan optimal anak. Kondisi ini pada umumnya ditandai dengan adanya gaps, discrepancy, disparity, discordance, disharmony, atau imbalance antara kemampuan anak dengan tuntutan lingkungan.

Layanan Konseling ABK
Layanan bimbingan dan konseling bagi ABK merupakan pelayanan intervensi tidak langsung yang akan lebih terfokus pada upaya mengembangkan lingkungan perkembangan konseli yang akan melibatkan banyak pihak (rambu-rambu penyelenggaraan bimbingan dan konseling dalam jalur pendidikan formal, 2007:217).
Alternatif bantuan bimbingan dan konseling yang dapat diberikan pada anak berkebutuhan khusus adalah :
1. Tuna netra
Bantuan tentang proses komunikas verbal, mengembangkan semangat dan konsep diri yang positif, mengenal gambaran lingkungansekitarnya dengan sejelas- jelasnya.
2. Tuna rungu
Bimbingan dapat berupai, pribadi bimbingan komunikasi dan sosial untuk memperlancar komunikasi. Membantu menyadari kemampuan dan kekurangannya, memiliki sikap positif terhadap keadaan dirinya, membantu mengembangkan kemampuan anak agar dapat bergaul dengan wajar.
3. Tuna grahita
Pemberian bantuan kepada anak tuna grahita bimbingan agar anak dapat mengatasi kesulitan mengurus diri sendiri, menyesuaikan diri dan menggunakan kemampuan untuk mendapatkan ketrampilan. Sedangkan untuk orang tua diberikan bimbingan tentang cara menghilangkan perasaan kecewa memiliki anak tuna grahita, mengembangkan sikap respek pada anak.
4. Tuna daksa
Alternatif bantuan yang dapat diberikan mengebangkan self –respect,menghargai anak dengan cara menerima apa adanya sehingga anak merasamenjadi anak yang berharga.
5. Anak tuna laras
Upaya pemberian bantuan dengan ; memperhatikan kebutuhan anak, melatih kedisiplinan, memberikan esibukan sebagai pengii waktu luang, membantu mengembangkan konsep diri yang positif.
6. Anak berbakat
Menyediakan kesempatan dan pengalaman khusus untuk memenuhi kebutuhan anak berbakat sehingga mereka dapat mengembangkan potensinya secara berkesinambungan, selain itu memberi esempatan pada anak berbakat untuk berinteraksi dengan sesamanya dan orang dewasa dari berbagai ragam kecakapan yang memungkinkan ereka menemukan keunikan dan keterkaitan dirinya.
Teknik Konseling: Konseling pada konseli kebutaan yaitu Terapi Perilaku dan Terapi Gestalt. Konseling pada konseli ketulian yaitu Cognitif Behavioral dan Konseling Kelompok. Konseling pada konseli dengan cedera tulang belakang yaitu Cognitif Behavioral. Konseling pada konseli dengan kerusakan jantung yaitumembangun program rehabilitasi psikososial komprehensif. Konseling pada konseli epilepsy yaitu Terapi Gestalt, Rasional-Kognitif, Terapi Emosional, Konseling Kelompok, dan Konseling Keluarga. Konseling pada konseli cedera kepala yaitu Konseling Keluarga dan Konseling Kelompok. Konseling pada konseli kanker yaitu Terapi Gestalt danKognitif-Perilaku.
Terapi okupasi mempunyai peranan sebagai sarana pencegahan, penyembuhan, penyesuaian diri, pengembangan kepribadian, pembawaan, kreatifitas, serta sebagai bekal hidup di masyarakat. 

Kunjungan Pemberian Layanan kepada ABK di Wisma Tuna Ganda Palsigunung







Daftar Rujukan:
http://mycounselor123.blogspot.com/2014/11/konseling-anak-berkebutuhan-khusus.html?m=1
https://leoniya-wordpress-com.cdn.ampproject.org/v/s/leoniya.wordpress.com/2013/11/23/bimbingan-konseling-untuk-abk-anak-berkebuthan-khusus/amp/?amp_js_v=a2&amp_gsa=1&usqp=mq331AQECAFYAQ%3D%3D#referrer=https%3A%2F%2Fwww.google.com&amp_tf=Dari%20%251%24s&ampshare=https%3A%2F%2Fleoniya.wordpress.com%2F2013%2F11%2F23%2Fbimbingan-konseling-untuk-abk-anak-berkebuthan-khusus%2F

Jumat, 23 November 2018

Stereotipe dan Prasangka


Stereotipe







1. Pengertian Stereotipe
Ada beberapa pengertian stereotip, diantaranya :
Menurut Baron, Branscombe dan Byrne (2008 : 188), stereotip adalah kepercayaan tentang sifat atau ciri-ciri kelompok sosial yang dipercayai untuk berbagi.
Franzoi (2008 : 199) Stereotip adalah kepercayaan tentang orang yang menempatkan mereka kedalam satu kategori dan tidak mengizinkan bagi berbagai (variation) individual. Kepercayaan sosial ini dipelajari dari orang lain dan dipelihara melalui aturan-aturan dalam interaksi sosial
Stereotipe adalah penilaian terhadap seseorang hanya berdasarkan persepsi terhadap kelompok di mana orang tersebut dapat dikategorikan. Stereotipe merupakan jalan pintas pemikiran yang dilakukan secara intuitif oleh manusia untuk menyederhanakan hal-hal yang kompleks dan membantu dalam pengambilan keputusan secara cepat
Stereotip merupakan komponen kognitif dari pertentangan kelompok, kepercayaan tentang atribut pribadi yang diakui oleh orang dalam satu kelompok atau kategori social. Stereotip tentang kelompok adalah keyakinan dan harapan bahwa kita fokus akan seperti apa anggota kelompok itu.
Stereotip mempengaruhi bagaimana seseorang memproses dan menginterprestasikan informasi. Stereotip dapat membawa orang untuk melihat apa yang mereka harapkan untuk melihat dan memperkirakan bagaaimana sering melihatnya.
Stereotip sering diartikan sebagai ejekan, juga merupakan gambaran-gambaran atau angan-angan atau tanggapan tertentu terhadap individu atau kelompok yang dikenai prasangka. Individu yang stereotip terhadap suatu kelompok atau golongan, sikap stereotip ini sukar berubah, meskipun apa yang menjadi stereotip berbeda dengan kenyataan. Misalnya : Stereotip mengatakan bahwa orang Yahudi itu lintah darat, penipu. Padahal banyak orang yahudi yang ramah dan jujur. Contoh lain yaitu orang yang secara ekonomi berlebih biasanya berpenampilan glamour,orang dari ekonomi pas-pasan berpenampilan sederhana

2. Macam-macam Stereotipe
Stereotip yang paling umum dimasyarakat kita berbasis pada gender dan keanggotaan di kelompok etnik atau pekerjaan. Stereotip gender adalah kepercayaan tentang perbedaan ciri-ciri atau atribut yang dimiliki oleh laki-laki dan perempuan. Orang lebih respek kepada laki-laki daripada perempuan dan faktor ini memainkan peran penting pada diskriminasi di tempat kerja bagi wanita. Kadang-kadang terjadi perempuan yang memiliki prestasi kerja yang tinggi tidak mendapatkan posisi yang sesuai prestasinya karena dia seorang perempuan. Stereotip gender cenderung mengatakan bahwa perempuan emosional, penurut, tidak logis, pasif, sebaliknya pria cenderung tidak emosional, dominan, logis dan agresif.

Stereotip atas pekerjaan, misalnya guru bijak, artis glamor, polisi tegas dan sebagainya. Stereotip cenderung menggeneralisasikan yang terlalu luas yang tak kenal perbedaan dalam satu kelompok dan persepsi yang kurang akurat pada seseorang. Tidak semua polisi tegas, tidak semua wanita emosional, tidak semua laki-laki dominan, dan tidak semua guru bijak.

3. Timbulnya Stereotipe
Orang tua dan orang dewaa lainnya secara tidak langsung menanamkan stereotip sejak dini. Anak-anak sejak lahir sudah diberi label oleh masyarakat menggunakan nama anak laki-laki untuk anak laki-laki dan perempuan untuk anak perempuan. Demikian juga dengan model dan warna pakaian untuk mereka.
Menurut Franzoi (2009 : 199) orang memperlihatkan sikap stereotip dengan maksud :
Berpikir cepat : memberikan informasi dasar untuk tindakan segera dalam suasana tidak tentu, informasi yang kaya dan berbeda tentang individu yang kita tahu secara pribadi, menampakkan berfikir sangat bebas untuk tugas lain.
Efisien dan memberi peluang kepada orang lain bergabung secara kognitif dalam aktivitas kebutuhan lain.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi dan mendorong timbulnya stereotip, yaitu :
Keluarga perlakuan ayah dan ibu terhadap anak laki-laki dan perempuan yang berbeda. Orang tua mempersiapkan kelahiran bayi yang berbeda atas laki-laki dan perempuan. Mereka juga menganggap bahwa bayi laki-laki kuat, keras tangisannya, sementara bayi perempuan lembut dan tangisannya tidak keras.
Teman sebaya : teman sebaya memiliki pengaruh yang besar pada stereotip anak sejak masa prasekolah dan menjadi sangat penting ketika anak di Sekolah Menengah Pertama maupun Sekolah Menengah atas. Teman sebaya mendorong anak laki-laki bermain dengan permainan laki-laki seperti sepak bola, sementara anak perempuan bermain dengan permainan perempuan seperti bermain boneka.
Sekolah : Sekolah memberikan sejumlah pesan gender kepada anak-anak. Sekolah memberikan perlakuan yang berbeda diantara mereka.
Masyarakat : Masyarakat mempengaruhi stereotip anak melalui sikap mereka dalam memandang apa yang telah disediakan untuk anak laki-laki dan perempuan mengidentifikasi dirinya. Perempuan cenderung perlu bantuan dan laki-laki pemecah masalah.
Media massa : melalui penampilan pria dan wanita yang sering terlihat di iklan-iklan TV maupun koran. Tidak hanya frequensi yang lebih banyak pada laki-laki daripada perempuan tetapi juga pada jenis-jenis pekerjaan yang ditampilkan laki-laki lebih banyak dan lebih bergengsi daripada perempuan.
Dalam kenyataan, stereotip adalah “cepat berfikir” yang memberikan kita informasi yang kaya dan berbeda tentang individu yang kita tidak tahu secara pribadi.

4. Cara Meminimalisir Stereotipe
Jangan hanya memandang suatu kelompok atau individu dari satu sisi saja dan mengabaikan sisi lainnya yang merupakan sebuah kelengkapan dalam diri objek dan dilewatkan. Kita harus menyadari bahwa setiap individu terlahir dengan keunikan tersendiri sehingga tidak perlu disamakan dengan individu yang lain apalagi kelompok.Menumbuhkan rasa saling menghargai terhadap perbedaan pada suatu kelompok. Maka dari itu sudah saatnya masyarakat lebih objektif dalam menerima sebuah stereotipe yang hadir di tengah kehidupan bermasyarakat. Di antaranya menanamkan rasa toleransi dalam merajut sebuah keberagaman yang dimulai sejak dini, hal ini perlu dilakukan mengingat stereotipe dapat terus-menerus dilestarikan melalui komunikasi yang beredar di kalangan masyarakat, dan dapat diturunkan ke generasi berikutnya

Prasangka







1. Pengertian prasangka
Prasangka ditujukan bila anggota dari satu kelompok yang disebut “kelompok dalam” memperlihatkan sikap dan tingkah laku negatif dari kelompok lain yang disebut “kelompok luar”
Prasangka adalah penilaian dari satu kelompok atau individu yang terutama didasarkan pada keanggotaan kelompok. Efek dari prasangka adalah merusak dan menciptakan jarak yang luas. Sering dikatakan bahwa prasangka adalah sikap sementara diskriminasi adalah satu tindakan. Prasangka dipengaruhi oleh pilihan tentang kebijakan public. Prasangka memiliki sumbangan terhadap oposisi yang lebih besar terhadap kegiatan pihak yang menyetujui.
Apakah stereotip dan prasangka betul-betul berbeda? Stereotip adalah kognitif dan prasangka adalah afektif. Meskipun dalam kenyataannya keduanya tercermin secara bersama-sama baik kognitif maupun afektif.
Prasangka dapat menjadi salah satu aspek distruktif tingkah laku sosial manusia, sering menghasilkan kegiatan yang menyedihkan, mengerikan dari tindak kekerasan. Prasangka sosial adalah gejala dari psikologi sosial.

2. Macam-macam prasangka
Prasangka tidak terbatas pada kelompok, ras, suku, Prasangka juga terdapat di antara kelompok agama, partai, juga orang yang kegemukan menjadi target prasangka dan stereotip yang negatif, bahkan lanjut usia juga diprasangkai sebagai orang yang tidak mampu lagi secara fisik dan mental.

Racism adalah prasangka ras yang menjadi terlembagakan, yang tercermin dalam kebijakan pemerintah, sekolah, dan sebagainya, dan dilakukan oleh hadirnya struktur kekuatan sosial.
Sexism prasangka yang telah terlembagakan menentang aggota dari salah satu jenis kelamin, berdasarkan pada salah satu jenis kelamin.
Ageism kecenderungan yang terlembagakan terhadap diskriminasi berdasar pada usia, prasangka berdasar pada usia.
Heterosexism keyakinan bahwa heteroseksual adalah lebih baik atau lebih natural daripada homoseksuality.
Sherif menjelaskan bahwa prasangka dimaksudkan sebagai suatu sikap yang tidak simpatik terhadap kelompok luar. Hal ini ditunjukkan dalam jarak sosial yang merupakan suatu posisi yang diberikan oleh para anggota kelompok yang berprasangka itu kepada kelompok lain dalam persoalan simpati.
Semakin bertentangan atau bermusuhan, bahkan saling membenci diantara dua kelompok, maka semakin jauh jarak sosial (social distance). Apabila situasi semacam ini berlangsung cukup lama, jarak sosial ini akan menjadi norma di dalam kelompok itu.
Penelitian menyatakan bahwa prasangka dapat menjadi satu ciri kepribadian umum. Dalam prosesnya, mereka menemukan bahwa orang berprasangka melawan kelompok lain cenderung menjadi berprasangka semua kelompok.
Apakah cirri-ciri dari kepribadian yang mudah berprasangka/ kepribadian authoritarian ditandai oleh : teguh, hambatan, prasangka, dan terlalu menyederhanakan. Autoritarian juga cenderung sangat etnosentrik, yaitu menempatkan kelompoknya sendiri pada pusat perhatian, biasanya dengan menolak kelompok lain.
3. Pembentukan dan Timbulnya Prasangka
Prasangka timbul dari adanya norma sosial. Prasangka terhadap orang  Negro sudah dimiliki oleh anak-anak Amerika sejak tahun-tahun prasekolah. Anak menyadari bahwa ia telah termasuk didalam kelompoknya, yaitu keluarganya dan meluas kepada bangsanya. Keluarga sebagai tempat bergabung melarang anaknya untuk bergaul dengan orang Negro karena menurut pendapatnya, orang Negro itu kotor, bodoh, dan sebagainya.  Larangan yang bersifat terus-menerus ini akhirnya berubah menjadi norma pada anak dan norma inilah yang digunakan untuk menilai orang lain.
Pada tahun 1935, Dodd dalam penelitiannya menemukan bahwa jarak sosial yang terbesar terletak pada kelompok keagamaan, sedangkan Pratho dan Melikan menemukan jarak sosial yang terbesar pada kelompok kebangsaan, karena sentiment dan aktivitas kebangsaan kuat sekali pada tahun 1935 itu.

Timbulnya prasangka dapat diperkuat oleh keadaan politik. Individu atau kelompok yang diliputi prasangka memiliki sikap serta pandangan yang tidak objektif dan wajar.
Gordon Allport (1958) menyimpulkan adanya 2 sumber penting timbulnya prasangka. Prasangka pribadi (personal prejudice) terjadi bila anggota dari kelompok sosial lain menerimanya sebagai ancaman terhadap kepentingannya sendiri. Prasangka kelompok (groub prejudice) terjadi bila seseorang sesuai dengan norma kelompok.

4. Sebab-Sebab Timbulnya Prasangka
Orang tidak dengan sendirinya berprasangka terhadap orang lain. Ada faktor-faktor tertentu yang menyebabkan seseorang berprasangka.
Orang berprasangka dalam rangka mencari kambing hitam.
Orang berprasangka karena memang sudah dipersiapkan didalam lingkungan atau kelompok untuk berprasangka.
Prasangka timbul karena adanya perbedaan, dimana perbedaan menimbulkan perasaan superior.
Prasangka timbul karena kesan yang menyakitkan atau pengalaman yang tak menyenangkan.

5. Usaha-Usaha Menghilangkan atau Mengurangi Prasangka
Usaha Preventif : berupa suatu usaha yang ,mencegah agar orang atau kelompok tidak terkena prasangka. Menciptakan suasana yang tenteram, damai, dan jauh dari rasa terkena prasangka. Menanamkan sejak kecil perasaan menerima orang lain meskipun ada perbedaan. Perbedaan bukan berarti pertentangan atau permusuhan. Memperpendek jarak sosial. Sehingga tidak timbul prasangka.
Usaha Kuratif : berupa usaha menyembuhkan orang yang sudah terkena prasangka, berupa usaha menyadarkan. Prasangak adalah hal yang merugikan dan tidak ada yang bersifat positif bagi kehidupan bersama. Usaha-usaha ini dapat dilakukan oleh media masa terutama Koran, tv, radio, dan lain-lain, serta dapat dilakukan oleh para pendidik, orangtua, tokoh-tokoh masyarakat, dan sebab.

Jumat, 16 November 2018

Komunikasi Interpersonal

a. Pengertian Komunikasi Interpersonal
Salah satu jenis komunikasi yang frekuensi terjadinya cukup tinggi adalah komunikasi interpersonal, komunikasi interpersonal adalah kegiatan yang sangat dominan dalam kehidupan sehari-hari. Suranto (2011:5) mendefinisikan “komunikasi interpersonal sebagai proses penyampaian dan penerimaan pesan antara pengirim pesan dengan penerima pesan baik secara langsung maupun tidak langsung”. Menurut Pieter (2012:53) “komunikasi interpersonal merupakan komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal maupun non verbal”.
Komunikasi interpersonal dianggap komunikasi yang efektif dalam upaya mengubah sikap, pendapat, atau perilaku individu, karena sifatnya yang dialogis berupa percakapan. Hartono dan Soedarmadji (2018:118) “komunikasi interpersonal merupakan proses pemberian dan penerimaan pesan antara dua individu atau diantara individu-individu dalam kelompok kecil melalui satu saluran atau lebih, dengan melibatkan beberapa pengaruh dan umpan balik”.
Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa komunikasi interpersonal merupakan komunikasi yang dilakukan antara dua individu atau lebih, dimana diantara individu-individu tersebut ada yang menjadi penyampai pesan dan penerima pesan baik secara langsung maupun tidak langsung dan dapat memberikan pengaruh serta umpan balik.

b. Tujuan Komunikasi Interpersonal
Tujuan komunikasi interpersonal bermacam-macam, beberapa diantaranya adalah:
1) Mengungkapkan perhatian kepada orang lain
Salah satu tujuan komunikasi interpersonal adalah untuk mengungkapkan perhatian kepada orang lain. Dalam hal ini seseorang berkomunikasi dengan cara menyapa, tersenyum melambaikan tangan, membungkukkan badan, menanyakan kabar kesehatan partner komunikasinya, dan sebagainya. Pada prinsipnya komunikasi interpersonal hanya dimaksudkan untuk menunjukkan adanya perhatian kepada orang lain, dan untuk menghindari kesan dari orang lain sebagai pribadi yang tertutup, dingin, dan cuek.
2) Menemukan diri sendiri
Seseorang melakukan komunikasi interpersonal karena ingin mengetahui dan mengenali karakteristik diri pribadi berdasarkan informasi dari orang lain. Bila seseorang terlibat komunikasi interpersonal dengan orang lain, maka terjadi proses interpersonal memberikan kesempatan kepada kedua belah pihak, untuk saling membicarakan keadaan diri, minat, dan harapan maka seseorang memperoleh informasi berharga untuk mengenal jati diri, atau dengan kata lain menemukan diri sendiri.
3) Menemukan dunia luar
Dengan komunikasi interpersonal diperoleh kesempatan untuk mendapatkan berbagai informasi dari orang lain, termasuk informasi penting dan aktual. Misalnya komunikasi interpersonal dengan seorang  dokter dan penanganannya. Komunikasi dengan seorang sopir taksi, diperoleh informasi tentang jalur perjalanan di kota yang sering macet. Jadi, dengan komunikasi interpersonal diperoleh informasi, dan dengan informasi itu dapat dikenali dan ditemukan keadaan dunia luar yang sebelumnya tidak diketahui.
4) Membangun dan memelihara hubungan yang harmonis
Kebutuhan setiap orang yang paling besar adalah membentuk dan memelihara hubungan baik dengan orang lain. Karena manusia tidak dapat hidup sendiri, perlu bekerja sama dengan orang lain. Semakin banyak teman yang dapat diajak bekerja sama, maka semakin lancarlah pelaksanaan kegiatan dalam hidup sehari-hari. Oleh karena itulah setiap orang telah menggunakan banyak waktu untuk komunikasi interpersonal yang diabdikan untuk membangun dan memelihara hubungan sosial yangan orang lain.
5) Mempengaruhi sikap dan tingkah laku
Komunikasi interpersonal  ialah proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberitahu atau mengubah sikap, pendapat, atau perilaku baik secara langsung maupun tidak langsung. Dalam prinsip komunikasi, ketika pihak komunikasi adalah sebuah fenomena, sebuah pengalaman.
6) Mencari kesenangan atau sekedar menghabiskan waktu
Ada kalanya seseorang melakukan komunikasi interpersonal sekedar mencari kesenangan atau hiduran. Berbicara dengan teman mengenai acara perayaan ulang tahun, berdiskusi mengenai olahraga, bertukar cerita-cerita lucu adalah bentuk pembicaraan untuk mengisi dan menghabiskan waktu. Selain itu dapat mendatangkan kesenangan , karena komunikasi interpersonal semacam itu dapat memberikan keseimbangan.
7) Menghilangkan kerugian akibat salah komunikasi
Komunikasi interpersonal dapat menghilangkan kerugian akibat salah komunikasi (mis communication) dan salah interpretasi (mis interpretation) yang terjadi antara sumber dan penerima pesan. Dengan komunikasi interpersonal dapat dilakukan pendekatan secara langsung, menjelaskan berbagai pesan yang rawan menimblkan kesalahan interpretasi.
8) Memberikan bantuan (konseling)
Ahli-ahli kejiwaan menggunakan komunikasi interpersonal dalam kegiatan profesional mereka untuk mengarahkan kliennya. Dalam kehidupan sehari-hari, dikalangan masyarakat pun juga dapat dengan mudah diperoleh. Tanpa disadari setiap orang ternyata sering bertindak sebagai konselor maupun konseli dalam interaksi interpersonal sehari-hari.

c. Komponen-komponen Komunikasi Interpersonal

Proses komunikasi interpersonal akan terjadi apabila terdapat pengirim menyampaikan informasi berupa simbol verbal maupun non verbal kepada penerima dengan menggunakan medium suara manusia, maupun tulisan. Dalam komunikasi interpersonal terdapat komponen-komponen komunikasi yang secara intergratif saling berperan sesuai dengan karakteristik komponen itu sendiri.
Menurut Suranto (2011:7) komponen-komponen komunikasi interpersonal terdiri dari:
1) Sumber atau Komunikator
Sumber atau komunikator merupakan individu yang memiliki kebutuhan untuk berkomunikasi, yaitu keinginan untuk membagi keadaan internal sendiri, baik yang bersifat emosional maupun informasional dengan orang lain.
2) Encoding
Encoding merupakan suatu aktivitas internal pada komunikator dalam menciptakan pesan melalui pemilihan simbol-simbol verbal dan non verbal, yang disusun berdasarkan aturan-aturan tata bahasa, serta disesuaikan dengan karakteristik komunikan.
3) Pesan
Pesan adalah seperangkat simbol-simbol baik verbal maupun non verbal, atau gabungan keduanya, yang mewakili keadaan khusus komunikator untuk disampaikan kepada pihak lain.
4) Saluran
Saluran merupakan sarana fisik penyampaian pesan dari sumber ke penerima atau yang menghubungkan orang ke orang lain secara umum.
5) Penerima atau Komunikan
Penerima atau komunikan merupakan individu yang menerima, memahami, dan menginterpretasi pesan.
6) Decoding
Decoding merupakan kegiatan internal dalam diri penerima. Misalnya telinga mendengar suara atau bunyi, mata melihat objek, dan sebagainya.
7) Respon
Respon merupakan apa yang telah diputuskan oleh penerima untuk dijadikan sebagai sebuah tanggapan terhadap pesan.
8) Gangguan
Gangguan merupakan apa saja yang mengganggu atau membuat kacau penyampaian dan penerimaan pesan, termasuk yang bersifat fisik dan psikis.
9) Konteks Komunikasi
Komunikasi selalu terjadi dalam konteks tertentu, paling tidak ada tiga dimensi yaitu ruang, waktu, dan nilai.

d. Proses Komunikasi Interpersonal
Proses komunikasi merupakan langkah-langkah yang menggambarkan terjadinya kegiatan komunikasi. Secara sederhana proses komunikasi dapat digambarkan sebagai proses yang menghubungkan pengirim dengan penerima pesan. Menurut Suranto (2011:11) proses komunikasi interpersonal terdiri dari enam langkah sebagai berikut:
1) Keinginan berkomunikasi. Seorang komunikator mempunyai keinginanuntuk berbagi gagasan dengan orang lain.
2) Encoding oleh komunikator. Encoding merupakan tindakan memformulasikan isi pikiran atau gagasan ke dalam simbol-simbol, kata-kata, dan sebagainya hingga komunikator merasa yakin dengan pesan yang disusun dan cara penyampaiannya.
3) Pengiriman pesan. Untuk mengirim pesan kepada orang yang dikehendaki, komunikator memilih saluran komunikasi seperti telepon, sms, e-mail, surat, ataupun secara tatap muka.
4) Penerimaan pesan.  Pesan yang dikirim oleh komunikator telah diterima oleh komunikan.
5) Decoding oleh komunikan. Decoding adalah proses memahami pesan. Apabila semua berjalan lancar, komunikan tersebut menterjemahkan pesan yang diterima dari komunikatordengan benar, memberi arti yang sama pada simbol-simbol sebagai mana yang diharapkan oleh komunikator.
6) Umpan balik. Setelah menerima pesan memahaminya, komunikan memberikan respon atau umpan balik.

e. Faktor Penghambat Komunikasi Interpersonal
Komunikasi dapat menjadi gagal karena berbagai faktor-faktor yang menghambat komunikasi interpersonal diantaranya adalah:
1) Kredibilitas komunikator rendah
Komunikator yang tidak berwibawa dihadapan komunikan, menyebabkan berkurangnya perhatian komunikan terhadap komunikator.
2) Kurang memahami latar belakang sosial dan budaya
Nilai-nilai sosial budaya yang berlaku disuatu komunitas atau di masyarakat harus diperhatikan, sehingga komunikator dapat menyampaikan yang berlaku. Sebaliknya, antara pihak-pihak yang berkomunikasi perlu menyesuaikan diri dengan kebiasaan yang berlaku.
3) Kurang memahami karakteristik komunikan
Karakteristik komunikan meliputi tingkat pendidikan, usia,jenis kelamin, dan sebagainya perlu dipahami oleh komunikator. Apabila komunikator kurang memahami, cara komunikasi yang dipilih mungkin tidak sesuai dengan karakteristik komunikan dan hal ini dapat menghambat komunikasi karena dapat menimbulkan kesalah pahaman.
4) Prasangka buruk
Prasangka negatif antara pihak-pihak yang terlibat komunikasi harus dihindari, karena dapat mendorong ke arah sikap apatis dan penolakan.
5) Verbalistis
Komunikasi yang hanya berupa penjelasan verbal berupa kata-kata saja akan membosankan dan mengaburkan komunikan dalam memahami makna pesan.
6) Komunikasi satu arah
Komunikasi berjalan satu arah, dari komunikator kepada komunikan terus-menerus dari awal sampai akhir, menyebabkan hilangnya kesempatan komunikan untuk meminta penjelasan terhadap hal-hal yang belum dimengerti.
7) Tidak digunakan media yang tepat
Pilihan penggunaan media yang tidak tepat menyebabkan pesan yang disampaikan sukar dipahami oleh komunikan.
8) Perbedaan bahasa
Perbedaan bahasa menyebabkan terjadinya perbedaan penafsiran terhadap simbol-simbol tertentu. Bahasa yang kita gunakan untuk mendefinisikan kata, frasa, atau kalimat tertentu secara berbeda.
9) Perbedaan persepsi
Apabila pesan yang dikirimkan oleh komunikator dipersepsi oleh komunikan, maka keberhasilan komunikasi menjadi lebih baik. Namun perbedaan latar belakang sosial budaya, seringkali mengakibatkan perbedaan persepsi karena semakin besar perbedaan latar belakang budaya, semakin besar pula pengalaman bersama.

f. Lima Sikap Positif Yang Mendukung Komunikasi Interpersonal

Menurut Sunarto (2011:82) mengemukakan bahwa lima sikap positif yang perlu dipertimbangkan ketika seseorang merencanakan komunikasi interpersonal. Lima sikap positif tersebut adalah :
1) Keterbukaan (openness)
Keterbukaan ialah sikap yang dapat menerima masukan dari orang lain, serta berkenan menyampaikan informasi penting kepaa orang lain. Hal ini tidaklah berarti bahwa orang harus dengan segera membukakan semua riwayat hidupnya, tetapi rela membuka diri ketika oranglain menginginkan informasi yang diketahuinya. Dengan kata lain, keterbukaan ialah kesediaan untuk membuka diri mengungkapkan informasi yang biasanya disembunyikan, asalkan mengungkapan diri informasi ini tidak bertentangan dengan asas kepatutan. Sikap keterbukaan ditandai adanya kejujuran dalam merespon segala stimulus komunikasi.tidak berkata bohong, dan tidak menyembunyikan informasi yang sebenarnya. Dalam proses komunikasi interpersonal, keterbukaan menjadi salah satu sikap positif. Hal ini disebabkan secara adil, transparan, dua arah, dan dapat diterima oleh semua pihak yang berkomunikasi.
2) Empati (empathy)
Empati ialah kemampuan seseorang untuk merasakan kalau seandainya menjadi orang lain, dapat memahami sesuati yang sedang dialami orang lain, dapat merasakan apa yang dirasakan orang lain, dan dapat memahami sesuatu persoalan dari sudut pandang orang lain, melalui kacamata orang lain.
Orang yang berempati mampu memahami motivasi dan pengalaman orang lain, perasaan dan sikap mereka, serta harapan dan keinginan mereka. Ambil contoh, seorang guru yang memiliki empati, tidak akan semena-mena terhadap siswa yang terlambat datang kesekolah. Karena guru yang berempati dapat berpikir dan bersikap: “seandainya aku jadi dia, keberangkatannya tidak pasti, tentu aku harus naik kendaraan umum yang jadwal keberangkatannya tidak pasti, tentu aku juga sekali waktu dapat terlambat datang ke sekolah”.
3) Sikap mendukung (supportiveness)
Hubungan interpersonal yang efektif adalah hubungan dimana terdapat sikap mendukung (suportiveness). Artinya masing-masing pihak yang berkomunikasi memiliki komitmen untuk mendukung terselenggaranya interaksi secara terbuka. Oleh karena itu respon yang relevan adalah respon yang bersifat spontan dan lugas, buka respon bertahan dan berkelit. Sedangkan disebabkan rasa percaya diri yang berlebihan.
4) Sikap positif (positiveness)
Sikap positif ditunjukkan dalam bentuk sikap dan perilaku. Dalam bentuk sikap, maksudnya adalah bahwa pihak-pihak yang terlibat dalam komunikasi interpersonal harus memiliki perasaan dan pikiran positif, bukan perasangka dan curiga. Dalam bentuk perilak, artinya bahwa tindakan yang dipilih adalah yang relevan dengan tujuan komunikasi interpersonal, yaitu secara nyata membantu partner komunikasi untuk memahami pesan karakteristik mereka. Sikap positif dapat ditunjukan dengan berbagai macam perilaku dan sikap, antara lain:
Menghargai orang lain
Berpikiran positif terhadap orang lain
Tidak menaruh curiga secara berlebihan
Myakinkan pentingnya orang lain
Memberikan pujian dan penghargaan
Komitmen menjalin kerjasama
5) Kesetaraan (equality)
Kesetaraan ialah pengakuan bahwa kedua belah pihak memiliki kepentingan, kedua belah pihak sama-sama bernilai dan berharga, dan saling memerlukan. Memang secara alamiah ketika dua orang berkomunikasi secara interpersonal, tidak pernah tercapai suatu situasi yang menunjukkan kesetaraan atau kesamaan secara utuh diantara keduanya. Pastilah yang satu lebih kaya, lebih pintar, lebih muda, lebih berpengalaman, dan sebagainya. Namun kesetaraan yang dimaksud di sini adalah berupa pengakuan atau kesadaran, serta kerelaan untuk menempatkan diri setara (tidak ada yang dapat dikemukakan indikator kesetaraan, meliputi:
Menempatkan diri setara dengan orang lain
Menyadari akan adanya kepentingan yang berbeda
Mengakui pentingnya kehadiran orang lain
Tidak memaksakan kehendak
Komunikasi dua arah
Saling memerlukan
Suasana komunikasi: akrab dan nyaman.